Seakali-sekali muncul berita di surat kabar atau koran tentang adanya aksi pengeroyokan kepada seorang penduduk, bahkan juga keluarganya akibat dibakar desas desus bahwa korban keroyokan adalah tukang santet (teluh). Malahan sering dilaporkan, puncak dari main hakim sendiri mayat korban anggota tubuhnya dimutilasi dan bahkan masing-masing potongan tubuh dikubur terpisah atau dibakar. Dengan anggapan agar arwah si korban tidak dapat melakukan pembalasan kepada para pembunuhnya. Acapkali sesudaah peristiwa sadis berlalu barulah diketahui bahwa ternyata korban cuma seorang warga desa biasa yang dikambing-hitamkan sebagai tukang santet. Dan maksud pembunuhan itu sebenarnya bermotifkan dendam ataupun karena iri pihak lainnya belaka.
Akan tetapi, kalaupun ada kejadian kematian yang diisukan akibat teluh, kecanggihan perlengkapan modern laboratorium kiranya tertantang untuk ikut coba membuktikan kebenarannya..
MENGAPA MENELUH
Kasus seperti yang tersebut di atas bagi dukun telu akhirnya makin terdorong untuk meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat pertahanan diri dengan ngelmu ghaibnya.. Sehingga dia tetap eksis dengan prakteknya dan pada gilirannya masih ada orang yang menjadi sasaran "tembakan rudal santetnya". Di bumi Nusantara ini pada jaman now dengan kemajuan teknologi digital, masih terdengar sayup-sayup peritiwa orang kena santet (teluh), termasuk di kota besar. Menekuni ngelmu santet sebagai bagian dari ilmu hitam biasanya harus dilakoni dengan berat seperti puasa, mati raga, bersemedi di tempat angker, pantang makan makanan tertentu, atau harus memakan makanan yang tidak lumrah dan menjijikkan menurut orang normal, seperti makan organ tertentu mayat manusia atau binatang.
Agaknya menyantet dinilai cocok untuk tujuan "pemberesan" yang sesuai dengan watak masyarakat bila menyelesaikan permasalahan dengan halus, tanpa sosok fisik langsung berhadapan dengan lawannya. Tetapi ada juga pendapat meneluh bukan merupakan tindakan "gentleman".
"Pasien" yang mendatangi juru santet kiranya bisa dibagi dua. Yaitu, mereka yang sudah mengetahui persis kemampuan si tukang santet dan lainnya adalah orang yang ingin cari penanagan masalah seperti rumah tangga atau ingin mencari juru sembuh untuk pengobatan alternatif karena tidak memahami dunia keparanormalan yang non tukang santet.
Sementara itu bagi orang yang sampai menuntut ilmu hitam terbagi pula dalam orang yang sengaja berguru ilmu santet dan yang tidak sengaja berguru ilmu hitam tersebut. Bagi yang tidak sengaja berguru dan mempelajari ilmu hitam, dikarenakan tidak mengetahui jenis ilmu milik calon gurunya. Biasanya seorang guru ilmu hitam hanya tersamar membeberkan khasiat ilmunya. Bila sudah lulus, murid yang pada dasarnya tidak memiliki sifat beringas, begitu sadar dikemudian hari akan berangsur-angsur menyngkirkan ilmunya dan sengaja melanggar pantangan ilmu.
Sebaliknya seorang murida yang sudah miliki bawaan kejam, kepada gurunya pun akan "dikerjai" untuk mengetest keampuhan ilmunya, bahkan bisa supaya tidak ada saingan. Karena itu seorang guru yang waspada tidak akan tergesa-gesa menurunkan seluruh rahasia ilmunya, sampai ia tahu tabiat muridnya. Seorang pengamal sejati ilmu hitam, akibat telah manunggalnya zat syaitani di dalam dirinya menyebabkan ia bersifat "eksplosif". Tanpa ada pasien pemesan pun akan mencari sasaran tembak santetnya, termasuk kepada kerabatnya sendiri yang tidak disukai, sekalian untuk tetap menjaga power ilmunya.
SANTET PADA UMUMNYA
Lazimnya pelaku ilmu kuno dalam mempraktekkan kekuatan gaib hitamnya dipilih malam hari, begitu juga pengangkatan calon murid ditentukan pada malam yang dianggap keramat. Dipilih malam hari,karena suasana tenang dan sepi hingga menjelang subuh dianggap membantu usaha memusatkan konsentrasi dan mengerahkan mahluk halus untuk dapat bersekutu. Malam hari juga dipilih untuk memudahkan aksi "menyerang" kepada sasaran pilihannya atau yang dianggap lawan, karena obyek sasaran sedang dalam keadaan lemah ketika tertidur dan terlena diperaduannya.
Apabila serangan gagal maka akan diulangi lagi, paling sial sampai 40 hari. Setelah 40 hari tidak ada reaksi menunjukkan lawannya "terlindung" kuat. Proses mengerahkan powernya walau telah terlatih sangat mengandalkan kerjasama dengan mahluk syaitani dan golongan jin. Efek kerjasama itu setelah dibacakan mantra timbul semacam energi yang sekejap berwujud seperti zat sebesar biji jagung bahkan ada yang sebesar bola tenis menyala-nyala.
Wujud bola menyala tersebut tanpa suara atau ada yang berdesis bahkan ada yang bergemuruh, tergantung energi sayaitannya, akan selekasnya melesat menembus gelap malam, terbang kearah sasaran terpilih di kejauhan. Kadang-kadang bola telah/santet jika pengirimnya sudah tergolong tingkat atas dan mahluk jinnya dahsyat maka akan terlihat bagai bola menyala yang berekor api. Pada malam gelap itu masyarakat awam di pedesaan sering mengira menyaksikan "ndaru".
Begitu tiba di rumah sasaran orang yang dituju acapkali terdengar seperti suara ledakan mercon/petasan ukuran cabe rawit atau bersuara lebih keras dari ukuran mercon cabe. Selain itu ada berupa tanda seperti suara guyuran pasir di atap rumah, atau seperti suara ban dalam kempes. Korban sasarannya , biasanya mendadak terasa merinding, atau menggigil bagai kena demam. Keadaan si penderita kiranya nihil diobati secara medis, apalagi bila juru santetnya levelnya kelas atas dan jin yang dimanfaatkan tergolong galak maka karyanya juga ganas. Terbilang disaat itu juga korban bisa "liwat", atau kalau mujur bisa bertahan beberapa hari. Hanya ahli kebatinan berkelas, bukan dukun sihir, yang bisa membantu menyembuhkan korban dari sasaran santet sekaligus menangkal daqri serangan santet sususlan.
Tetapi ada juga seni semacam santet berupa pengiriman benda tajam dengan bantuan syaiton kepada sasarannya. Cara "pengiriman" benda tajam bisa dengan menggunakan keris "berisi". Dalam prakteknya keris diletakkan dalam wadah (paso) dari tanah liat yang sudah berisi sesaji kembang campur air. Usai juru santet merapalkan bait mantra, keris diperintah untuk pergi menyerang Tn X. Kalau gagal dan tidak membawa darah, keris dilarang kembali pulang, jadi harus sampai berhasil membawa darah baru boleh pulang. Penduduk di desa yang memergoki keris terbang itu kelihatan sampai ekornya bernyala, mengira sedang menyaksikan keris "tiban". Padahal keris dengan misi membunuh.
Apabila Tn X "terlindung baik" , keris segera saja mencari anggota keluarganya yang tak berpelindung. Sedangkan kalau seisi rumah dilindungi "pagar gaib", tetangga yang apes bisa terkena hantaman keris "nyasar". Sebaliknya jika tidak berhasil merenggut darah korban, maka keris yang berkobar-kobar akan berputar mengelilingi rumah sasaran sambil menjauh, kemudian menghilang dan tidak kembali kepada pengirimnya.
Dalam pada itu, walaupun sekarang ini menyerang seperti cara tersebut sudah jarang ditempuh, terutama di kota metropolitan. Tapi jika pada suatu hari maut dapat menimpa tepat korbannya, juru santet alias teluh akan merasa senang dan pemesannya pun diam-diam menikmati dengan bangga. Sedangkan mereka, si pemesan seringkali tercatat sebagai warga terhormat di lingkungan tempat tinggalnya. ****
Artikel pernah dimuat di koran harian BERITA BUANA, Jumat Kliwon, 21 Agustus 1987.
Catatan : Artikel sedikit direvisi oleh penulis.