DEMAM AKIK
SETELAH GELOMBANG CINTA
Akhir-akhir ini sebagian masyarakat kita menggemari batu
akik, jenis batu permata khas lokal. Agaknya hal ini dipicu ketika mereka melihat
pembesar Indonesia menggunakan cincin batu lokal dari daerah Maluku yang dikenal sebagai Batu Bacan. Biasa
masyarakat kita sering mudah terjangkit penyakit latah dan cepat meniru sesuatu
yang digemari seorang pemimpin nomor satu alias kepala negara. Sebelumnya masyarakat menghargai tinggi jenis tanaman yang disebut "gelombang cinta", setelah masa ketenarannya menyurut, muncul kegemaran baru masyarakat pada jenis batuan mulia. Bisa jadi menggemari tanaman gelombang cinta mesti perlu perhatian ekstra seperti memperhatikan keadaan tanahnya, cukup sinar matahari dan ada pemupukan. Sedangkan batu bisa langsung dipakai ikut mejeng oleh pemiliknya dan tidak perlu ada perawatan khusus.
Tanaman Gelombang Cinta masuk genus Anthurium dari keluarga keladi Araceae berasal dari Amerika Selatan seperti Peru, Bolivia dan Barazil. Antharium Plowmanii merupakan tanaman hias yang sekarang dijual dengan nilai puluhan ribu saja, padahal waktu booming bisa dihargai jutaan rupiah.
Wabah latah berjualan batu akik terlihat mulai dari tingkat pedagang kelas trotoar di pinggir jalan sampai ke pedagang batu permata di pertokoan berkelas yang dagangannya dipajang di balik etelase. Keadaan ini membuat pedagang kelontong atau pedagang cita seperti di Kota Bumi, Tangerang ada yang juga menggelar lapak tambahan, khusus menjual batu akik dari berbagai daerah di Indonesia. Antara lain, di luar asal batu yang booming dari Maluku, terbanyak batu permata dari Sumaatera Barat seperti Sungai Dareh, batu giok Aceh, Batu Raja Sumtera Selatan atau Biru Langit dari Lampung, panca warna dari Garut maupun wilayah pulau Jawa lain.
Harga batu akik dipicu meroketnya ketenaran Batu Bacan yang nilainya sampai jutaan, bahkan yang bening mengkristal sebesar telur angsa bisa dihargai ratusan juta rupiah. Tidak heran batuan lokal lain pun terkena efek sehingga harganya menjadi berkisar ratusan ribu dan jutaan rupiah. Melihat pada potensi nilai ekonomi batu akik, hampir semua daerah di Nusantara mengangkat batu akik lokalnya ke jajaran batu permata berkelas, padahal dulu tidak dikenal luas, seperti dari Bengkulu hingga Raja Ampat.
Sedangkan asal batu akik yang sudah dikenal lama bagi penggemar dan kolektor batu antara lain dari Sukabumi, Garut , Cilacap, Pacitan, Martapura Kalimantan. Pada tahun ’70-an sampai ’90-an yang dianggap batu lokal paling top adalah batu kecubung Kalimantan. Di masa itu batu akik di luar Kecubung Kalimantan masih tergolong bukan batu berkelas atas, apalagi yang masih disebut batu Badar atau jenis Sulaiman., seperti sulaiman cempaka, sulaiman madu, badar asem, badar besi dan yang segolongan dengan itu. Terkadang juga dijumpai adanya pedagang batu mengobral akik dagangannya karena sepi peminat. Batu yang dianggap berkelas kebanyakan batu dari luar Indonesia, seperti batu Ruby Burma, Blue Saphire Ceylon atau Jamrud Colombia yang terlihat bening mengkristal. Di strata bawahnya ada king saphire, white saphire, black saphire, topaz, alexandre, aquamarine, nilam India. Di luar deretan itu adalah giok China yang dianggap berasal dari fosil kayu, bukan dari batu fosil magma purba dan giok sendiri sudah tersohor sejak masa kaisar China berkuasa.
Kolektor batu lagi-lagi di sini biasanya mengacu pada jensi batu permata yang di periode itu digunakan petinggi negara dan pembesar di pemerintahan. Namun utamanya juga melihat pada fakta bahwa mahkota para raja dan ratu di Eropa umumnya berhiaskan batu berkelas tersebut di samping berlian pastinya. Semenjak heboh akik terangkat sebagai batu permata khas lokal tampaknya maemberi efek positif, berupa munculnya para pengrajin dan penggosok batu bakal hiasan cincin dan aneka asesoris lain seperti kalung dan gelang. Di samping itu batu lokal juga dibentuk jadi berbagai hiasan menarik untuk pajangan di ruang tamu.
Ada pengrajin seperti Galih yang masih muda, dahulunya mencari nafkah dengan menjadi pembuat tatoo. Sekarang menjadi anak buah pemilik lapak batu permata. Beralih menjadi pemotong dan penggosok batu dikatakan, “lebih ramai ketimbang bikin tatoo”. Para hobi batu datang silih berganti dan ada yang membawa sendiri bahan baku batu cincin, untuk minta dipotong dengan cara digerinda dan digosok halus sampai berkilap. Untuk memotong batu saja minta upah Rp 10.000,-. Kalau memperhalus batu bayarannya Rp 25.000,- Ada juga yang masang tarif menggosok batu Rp 30.000,- per batu bakal cincin. Ada lagi kisah Bang Udin yang biasanya jadi tukang parkir, karena bantuan modal dari keluarganya, ia memanfaatkan booming akik dengan menjadi juragan batu permata yang dibeli secara grosiran dari para pengepul bahan batu akik untuk diolah jadi batu cincin atau kalung.
***
Batu akik walaupun bisa sangat mahal dengan harga sampai jutaan bahkan ada yang ratusan juta rupaih, tidak akan membuat perut kenyang. dan tidak bisa membuat kita tidak kehujanan maupun terhindar dari kepanasan. Bagi kolektor dan penggemar yang ingin diraih cuma kepuasan dan gengsi semata
BalasHapus