Sabtu, 29 Desember 2012

GELIAT WISATA ALAM CURUP

Air Terjun Talang Rimbo (sumber google)
GELIAT WISATA ALAM CURUP

Curup tidak setenar dan belum seramai kawasan wisata Puncak Pass yang ada di jalur antara kota Bogor ke arah Cianjur di Jawa Barat. Meskipun begitu, Curup dengan luas mencapai 4.109 km2 diproyeksikan bisa menjadi tempat wisata yang menjanjikan sejajar dengan kawasan Puncak di Jabar bahkan akan berkembang lebih baik dari pada Lembah Harau di Payakumbuh, Sumatera Barat. Sebab Curup walaupun hanya sebuah kota setingkat Kecamatan dari Kabupaten Rejang Lebong yang berada di Provinsi Bengkulu, memiliki pesona keindahan alam yang fantastis elok rupawan dan lengkap seperti Suban Air Panas, danau Mas, danau Talang Kering, air terjun di Kepala Curup, situs pra sejarah di desa Apur dan lokasi pendakian di Gunung Kaba yang dipuncaknya terdapat tiga buah kawah cukup indah.

Kecamatan Curup berada di pegunungan Bukit Barisan yang dikelilingi Bukit Kaba dan Bukit Daun, tidaklah heran hawa di sini sangat sejuk, walaupun di musim panas di bulan Juli suhu berkisar antara 16-17 derajat Celcius. Karena itu pula dari berkah alam yang berbukit-bukit dengan ketinggian 100 - 1000 meter dari permukaan laut, daerah ini juga menghasilkan beras, kopi, teh dan sayur mayur berkualitas dan terkenal ikut menjadi pemasok kebutuhan sayuran sampai ke daerah Palembang, Padang, Jambi, Lampung, bahkan memenuhi konsumen di Jakarta.

 ***

Jangan dilupakan di Gunung Kaba terdapat lokasi cagar alam dan di dalamnya terdapat bunga Raflesia yang terkenal di dunia. Di sana pula diperkirakan  terdapat  fauna khas Sumatra, seperti kambing gunung (Capricornis Sumatraensis/Sumatran Serow) yang tingginya bila dewasa bisa mencapai 85 - 94 Cm. Gunung api Kaba (3500 meter dari permukaan laut) tampak seperti gunung kembar dengan Gunung Hitam yang telah padam. Pendaki dapat mencapainya liwat Kabupaten Lahat dan Lubuk Linggau..

Satu lagi obyek wisata lain yang menjadi kunjungan "wajib" pelancong di Curup adalah rumah adat Rejang Lebong, milik penduduk asli suku Rejang. Lemai merupakan makanan khasnya yang terkenal terbuat dari rebung bambu yang diiris  kemudian di fermentasi dalam wadah toples dicampur ikan air tawar, setelah sepuluh hari siap dihidangkan. denngan rasanya yang pedas.

Dengan demikian Curup boleh dikatakan merupakan kawasan untuk paket obyek wisata bernuansa alam yang komplit. Meskipun begitu baru beberapa hotel setingkat kelas melati yang sudah siap untuk dapat menampung wisatawan dari luar kota bahkan dari manca negara, seperti Hotel Kaba atau Griya Anggita.. Di antaranya yang agak tampak lumayan yaitu hotel Aman Jaya di jalan AK Gani. Jelas kalau Curup telah berkembang menjadi obyek dan sasaran penting bagi kunjungan wisata, maka perlu dipikirkan oleh Pemda bagi pengembangan sarananya dan promosi . Termasuk kemungkinan menngundang ketertarikan investor untuk membangun hotel yang dapat memenuhi standar bagi wisatawan manca negara plus service berkelas internasional. Untuk promosi juga dapat dengan giat menyebarkan brosur dan iklan tentang keindahan alam Curup di pelabuhan dan melalui bandar udara sekalian dengan peta petunjuk obyek wisatanya, transportasinya, kantor polisi dengan aparatnya yang siap mengamankan turis dan tempat souvenir, seperti yang dilakukan oleh Pemda di Bali dan jajarannya dengan cukup kompak.

Jangan dilupakan, tetap perlu pembinaan dan penerangan kepada masyarakat lokal untuk turut serta menjaga keasrian alamnya, keramah tamaan lokal dan adat istiadat setempat sebagai modal khas menarik pelancong, selain agar tidak malah terjadi erosi kebudayaan. Tidak salah juga sebagai pelengkap wisata alamnya yang khas, diupayakan membangun kawasan seperti Taman Safari. Dalam hal ini pihak Pemda bisa bernegosisasi tentang kemungkinannya dengan pihak pengelola Taman Safari di Cisarua, Bogor. Langkah posiitif ini selain untuk turut serta dalam pelestarian fauna khas Sumatera yang habitatnya mulai terganggu dengan maraknya perluasan HPH, juga untuk kepentingan edukatif. Agaknya gagasan ini juga sudah menjadi tren di beberapa daerah yang wilayahnya berpotensi wisata.

Perlu dipikirkan tentang bagaimana orientasi penanganan obyek wisata alam di Curup. Apakah lokasi wisata alam Curup akan terbuka untuk umum dalam arti  pengunjung tidak perlu ditarik bayaran masuk, seperti pada obyek wisata alam di Amerika. Di sana pengunjung bisa sepuasnya bersantai tanpa perlu ditarik bayaran, begitu juga ketika harus parkir mobil dengan tertib dan sampai urusan ke toiletnya yang terawat. Contohnya seperti di Niagara Falls, Atlantic City atau di pantai Long Beach. Atau umpama gaya di Malaysia yaitu saat berkunjung ke Genting Hihgland, turis masuk ke kawasan wisata dan gunakan toilet tidak dikenai tarif, tetapi bila ingin bermain di wahana permainan yang telah disediakan mereka harus membeli koin. Pilihan lain, apakah akan mengikuti pola pengelolaan gaya di Jawa yang sudah berorientasi demi uang harus mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan tarif gila-gilaan seperti di Kawah Putih di Ciwidey tanpa mennghiraukan service pengunjung dan keamanan-kenyamanannya termasuk urusan ke toilet bertarif yang jorok dan bau kurang terurus. Tantangan menanti bagi Pemda Curup dan masyarakatnya dalam bagaimana berrsikap arif dengan lingkungan alamnya sebagai anugerah Tuhan dan dengan gagasan mendapatkan income.***

Gunung Bungkuk di desa Cawang Baru, Bengkulu Tengah, bisa terlihat dari kota Curup (sumber google)

Jumat, 28 Desember 2012

TUYUL ALIAS ‘ANAK HAMBAR’ (PART 2)



DIJADIKAN “JIMAT”
Arwah-arwah blita yang gentayangan dan dijuluki tuyul atau “anak hambar”, oleh dukun  khusus berilmu hitam sengaja diundang dan dihimpun di bawah kendalinya. Lantas  arwah-arwah ini ini diperjual belikan dengan syarat-syarat lhusus pula kepada pihak berminat. Tiap-tiap arwah dikenai tariff berbeda, tergantung tingkat kepandaian dari tuyul yang dijualnya. Makin lihai, akan mahal harganya dibandingkan dengan tuyul yang kurang lincah. Perbedaan sifat ini memang sesuai dengan perangai masing-masing anak hambar sewaktu masih hidup selaku manusia.
Bagi setiap peminat dapat memelihara lebih dari satu tuyul. Tanpa melupakan kesediaan memenuhi syarta-syarat dari sang dukun dalam pemeliharaannya. Kepada pihakpemelihara, ada dukun/ juru kunci yang hanya mengistilahkan meminjamkan tuyul dan harus dipulangkan kembali jika maksud pemakainnya sudah dirasa berhasil tercapai. Untuk niat memelihara lagi patut membuat “kontrak” perjanjian baru dengan dukunya. Sudah tentu transaksi yang dilakukan amat tersembunyidan tanpa promosi besar-besaran. Di pihak lain, tuyul-tuyul yang asudah merasa terikat kontrak dan terpenuhi syarat imbalan bagi dirinya akan bersedia saja melaksanakan tugas kewajibannya. Tugas yang diembannya bukan melaulu menjadi pencuri uang atau perhiasan milik orang lain, guna dipersembahkan pada “majikannya”. Ini dianggap pekerjaan tuyul kelas rendah. Melinkan bertugas selaku “jimat” untuk membantu secra halus usaha majikannya, misalnya di bidang bisnis supaya lancer dan cepat meraih untung. Tapi bagi dukun golongn hitam papan bawah, tuyul dimanfaatkan di dalam prakteknya saat menangani permasalahan pasiennya.
Terhadap pemakai jasa tuyul  biasanya tidak disusul keharusan memenuhi syarta berat, seperti menyediakan korban  nyawa hewan atau orang. Sebab dari keunggulan dukun “menjinakkkan “ tuyul,  cuma memungkinkna si pemelihara menyediakan sajian pada hari-hari yang dianggap keramat. Umumnya pada malam Selasa Kliwon, berupa membakar kemenyan di rumah dan lain sebaginya. Selain ia mesti melaksanakan pantangan-pantangan tertentu. Akan tetapi biarpun syarat yang diwajibkan dalam pemeliharaan tuyul dinyatakan cukup ringan. Menyangkut upaya memperbudak diri di dalasm persekutuan dengan tuyul hanya demi materi dan gengsi, oleh sebagian besar masyarakat tetap dicap sebagai cara kotor yang menyimpang.*** Pernah termuat di Berita Buana JUmat Pahing, 19 Februari 1988.. (TAMAT)

TUYUL ALIAS ‘ANAK HAMBAR’ (PART 1)



TUYUL ALIAS ‘ANAK HAMBAR’

Pergunjingan tentang tuyul atau “anak hambar” sampai sekarang masih dapat terasa hangat, jika mencuat di sela-sela pembicaraan masyarakat di pedesaan maupun di kota-kota besar. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan seorang anggota masyarakat yang terlihat mendadak mengalami perubahan hidup, dari susah atau biasa-biasa saja menjadi tampak bertambah makmur. Maka orang itu cepat didesas-desuskan “memelihara” tuyul, tanpa perlu penilaian pengamatan secra factual akan keberhasilan hidup dan apada pola usaha yang ditempuhnya.
Begitu pula seandainya di dalam keluarga terjadi kasus kehilangan perhiasan atau uang. Lagi-lgi kemisteriusan tuyul merupakan “kambing hitam” empuk untuk menutupi suatu tindak pencurian. Padahal yang mencuri boleh jadi salah seorang anggota keluarga dari si pencuri.
Tuyul umumnya dilukiskan sebagai makhluk kerdil berkepala gundul, dan dianggap bias diajak berkomplot untuk melaksankan niat tertentu sesuai tujuan “pemeliharanya”. Sedangkan guna mencegah dari kemungkinan terkena aktivitas merugikan makhluk itu, masayarakat awam berdasarkepercayaannya berupaya mennagkal dengan menggunakan bahan-bahan yang dikiranya ampuh, yaitu berupa menyediakan bangle, bawang putih, ijuk atau lidi aren pada tempat-tempat khusus. Tetapi, keampuhan bahan tersebut yang tidak disyaratkan dengan “doa khusus” guna penangkal makhluk halus tetap mengundang tanda Tanya.
ARWAH BALITA
Masyarakat di bumi  Nusantara banyak  yang punya anggapan, bahwa tuyul berasal dari arwah bayi manusia atau anak-anak di bawah umur lima tahun. Munculnya pendapat ini menganingat, tuyul yang tergolong mahluk halus memang bersosok anak kecil. Hal itu meruapakan cerminan rupa manusia ketika ia masih hidup yang lengkap dengan tubuhnya. Barulah ketika mati, yakni roh meninggalkan tubuh, kelak tinggal sebagai arwah.
Lalu arwah yang sebenarnya tergolong tidak sempurna tadi menjadi gentayangan di seputar jagad, yang berarti belum diterima di sisi Tuhan. Adapun penyebab arwah termaktub gentayangan jelas suatu rahasia Ilahi, dan hanya Allah yang tahu.
Namun demikian sejauh ini ternyata terdapat sangkaan keliru, yaitu apabila seorang bayi meninggal termasuk mati akibat keguguran pasti akan langsung diterima di sisi-Nya. Karena mereka digambarkan masih serba suci dan seringkali diputuskan tidak perlu lagi disertai upacara dalam penguburan sebagai layaknya untuk orang dewasa.
Bahkan terhadap tubuh bayi mati, pihak keluarganya acapkali merasa saying dan menilai, cukup dikuburkan di halaman rumah sendiri. Selanjutnya juga tanpa diikuti memanjatkan doa bagi arwahnya. Tapi anehnya  sekali pun disertai uapacara penguburan layak tetap menjadi tuyul gentanyangan.
Akan halnya anak balita maupun orang dewasa yang mati, arwahnya pada puluhan tahun atau ratusan tahun kemudia setelah kematianya tidaklah berubah  menjadi lebih dewasa, apalagi nampak  tua. Dan sosoknya adaalh sebagimana wujud terakhir sewaktu utuh menyatu dengan tubuhnya. Jadi kalau seorang anak meninggal pada usia 3 tahun, ketika sertaus tahun lagi sosok arwahnya tidak berubah, atau masih selaku anak berusia 3 tahun dan bukan menjadi seorang kakek dalam usia 103 tahun.

KESURUPAN



KESURUPAN

Peristiwa kesurupan seringkali disangka suatu peralihan mendadak dari diri asli ke keadaan lain. Atau sebagai ekspansi oleh pribadi lain ke dalam keperibadian seorang manusia. Kemudian timbullah corak serba emosi, tanpa control diri dan menentang logika.
Pengalaman itu  tidak dapat digambarkan secara metodis. Karenanya mudah mengundang tafsiaran sekenanya, seperti dikarenakan mabok berat atau munculnya peningkatan daya-daya bawah saadar. Pada mereka yang masuk ke taraf kesurupan menyeluruh kesadaran aslinya berhnti, begitu pula perilaku wajar dan hubungan dengan obyek di sekelilingnya putus. Tetapi sebenarnya penyebab timbul peristiwa kesurupan masih bias terbagi lagi.

ARWAH GENTAYANGAN
Jika dkenal bersifat abstrak. Pada waktu manusia hidup, jiwa masih mendekam pada tubh jasmani. Jiwa itulah inti kekuatan badan. Berkat jiwa juga manusia berpikir, merasa, berkehendak dan brtindak.
Pada saat seorang mahluk manusia mati, jiwa melayang meninggalkan tubuh dan terlepaslah hubungan dengan tubuh jasmani. Hal ini jelas terlihat kalau tubuh jasmani hancur berubah bentuk di dalam tanah, atau berganti menjadi abu pada waktu dikremasi di tempat pembakaran mayat.
Sedangkan jiwa yang tlah terlepas dari jasmani oleh masyarakat tertentu dianggap dapat berbuat semaunya, dan alam semesta merupakan tempat yang juga penuh dengan jiwa-jiwa merdeka. Jiwa itu disebut sukma, nyawa, rwah atau mahluk halus. Mahluk-mahluk halus tadi tinggal dekat di sekeliling manusia. Lalu mahluk-mahluk ini dikategorikan gentayangan, yang dapat menjadi penyebab peristiwa kesurupan.
Akan tetapi sekelompok masyarakat mempercayai, umumnya arwah dari orang yang ketika hidup berperilaku baik dan saleh akan menetap di alam surge. Sebaliknya arwah dari orang yang pada waktu hidup termasuk pendosa akan  tinggal di neraka.




MACAM KESURUPAN
Apabila diamati lebih cermat pada peristiwa ekspansi mahluk halus, dapat diketahui bahwa kejadian itu terbagi dalam tingkatan kesurupan memang disengaja dan yang tak disengaja.
Di dalam peristiwa kesurupan yang disengaja, terlihat seseorang atau beberapa orang oleh kemauan sendiri atau liwat kemampuan gaib seorang perantara atau dukun sengaja “dimasukkan” arwah/ roh lain ke dalam dirinya. Cara-cara yang ditempuh untk itu amat khusus, mistis dan diikuti pembacaan doa-doa atau mantra-mantra. Bahkan di dalam rangka suatu pertunjukan khas akan diiringi dengan irama-irama music tradisional.
Kejadian tersebut dapat dilihat pada acara kesurupan menyeluruh (full trance), umpamanya ketika berlangsung permainan Jathilan (kuda lumping), tari Pakon di Lombok atau tari Keris. Di dalam peristiwa sengaja mengundang arwah ini, terdapat yang Cuma diundang khusus “masuk” ke dalam bagian tubuh tertentu (local). Sedang si pemilik tubuh tetap sadar, misalnya “memasukkan” arwah ke lidah. Tapi  pada peristiwa sengaja mengundang arwah ini, bias pula dijumpai orang meminta agar roh masuk ke benda yang dibentuk orang-orangan, seperti dalam permainan Jailangkung atau Ninik Towok.
Pada peristiwa kesurupan menyeluruh tidak disengaja yang terjadi adalah, ekspansi dari arwah gentayangan  ke dalam tubuh seorang manusia tanpa dikehendakinya. Dalam kejadian demikian, arwah lain itu mengambil alih seluruh kekuasaan atas tubuh manusia yang dimasukinya. Di sini si pemilik tubuh tidak sadar, malahan ada peristiwa “kemasukan” yang tidak tampak agresif dan manusia sasarannya kelihatan seperti pingsan. Arwah tergolong penasaran ini baru dapat pergi setelah dia merasa puas mengganggu, menyampaiakan maksud-maksudnya atau karena diusir/ ditaklukkan oleh seorang ahli olah batin.
Bentuk ekspansi awah yang tidak diingin seseorang dapat pula bersifat terbatas pada bagian tubuh tertentu saja. Kejadian ini ada yang menyebut sebagai “ketempelan”. Di dalam peristiwa ketempelan orang yang “ditempel” bisa tetap sadar. Dan sang arwah yang masuk misalnya berada di dalam perut atau lambung saja, bahkan hanya “menempel” di kemlauan. Orang ketempelan akan merasakan sakit di bagian tubuh yang dimasuki arwah. Tetapi terdapat arwah menempel yang langsung membikin pingsan.
Untuk mengatasi peristiwa ketempelan jelas hanya bias ditangani oleh pakar olah batin, atau karena si arwah yang masuk tadi sudah puas melampiaskan kejahilannya. Namun guna membekali diri supaya aman dari peristiwa kesurupan atau ketempelan, sesungguhnya cukup dengan beriman kepadaNya dan ini merupakan daya tangkal paling ampuh.***Termuat di Berita Buana Jumat Pon 16 Maret 1990.